Saya (dulu) Anak Desa

Adhila-Basri

Ingatan tentang Sekolah dasar yang saya cicipi saat masih dikampung bangkit kembali. Membayangkan kacamata setengah wajah serta kuciran dikiri dan kanan kepala. PercayaDiri jangan ditanya,banyak malunya dibanding maunya. Apalagi kalau sudah datang ke kota,makin tenggelam percaya diri ini.
Yap,begitulah mungkin bayangan anak desa zaman dulu. Hidup banyak terkungkung adat istiadat dan sopan santun. Diajarkan untuk selalu menomor satukan moral sosial. Ajaib kami tumbuh dalam lingkungan menyenangkan waktu itu. Menjadi anak yang akan serasa “telanjang” didepan umum,walau hanya jika terlambat menyetel jam malam. Alias terlambat pulang kerumah.
Anak zaman sekarang pasti akan mengerutkan keningnya. Dikungkung kenapa dibilang menyenangkan. Jadi anak desa, senangnya dimana? Jam malam tak leluasa dimana serunya?
Kini tahun telah jauh mendaki. Jangankan kota,desapun sekarang telah mampu menjadi desa tegnologi,desa ini,desa itu dan lain lain. Semuanya jadi luar biasa saat teknologi informasi merajai separuh lebih waktu manusia. Ini sangat bagus sekali. Bagi saya ini tidak menyenangkan.
Waktu untuk berenang di kali kaki bukit jadi tersita karena game. Baik yang online maupun offline. Bersyukur juga sekarang teknologi dalam kacamata tak menambah besar ukurannya. Tak terbayang nanti adik-adik saya malah kacamatanya memenuhi wajah mereka. Lebih besar dari kacamata yang saya pakai. Baca lebih lanjut

Arti Kemerdekaan Bagi kita

penulis-senandung

Enam puluh sembilan tahun Indonesia merdeka, terbebas sudah dari para penjajah yang konon sangat menindas bangsa. Darah, jiwa, raga, bahkan semua yang mereka punya dikorbankan demi satu kata yaitu ” merdeka”. Kini kemerdekaan telah menjadi milik kita hadiah dari jasa pahlawan yang telah gugur di masanya. Semangat mereka telah menolong kita, tekad mereka telah menjunjung bangsa dan perjuangan yang berkobar-kobar telah meluluhlantahkan lawan. Jasa dan perjuangan mereka telah membuahkan hasil, teks proklamasi pun dikumandangkan oleh sang proklamator kita yaitu Soekarno-Hatta. Namun apakah perjuangan mereka yang teramat berharga itu akan kita biarkan begitu saja? Apakah kita cukup hanya bersenandung lagu indonesia raya dan kemerdekaan saat 17 Agustus tiba? Jawabannya tentulah tidak, karena sebagai anak bangsa kita harus tetap berkarya untuk kemajuan bangsa. Kemerdekaan yang kita dapatkan ini adalah kemerdekaan dalam arti terbebas dari penjajah negara. Kita masih belum merdeka dari penjajah-penjajah moral dan kita belum terbebas dari jeratan-jeratan moril yang mendera ibu pertiwi. Oleh sebab itu sebagai putra-putri bangsa, marilah kita bebaskan negeri kita dari jajahan moral. Marilah kita bebaskan derita-derita mereka dari jajahan moril dengan selalu berjuang dan berjuang. Perjuangan bukan harus mengangkat senjata dan bermandikan darah. Perjuangan adalah memberi kebaikan dan kesempurnaan bagi negara kita tercinta. Sekecil apapun kebaikan yang kita lakukan, itu merupakan sebuah perjuangan.  Selagi asa masih tetap terjaga,selagi tangan masih bisa berkarya,dan selagi nafas masih tetap ada janganlah berhenti untuk mengharumkan nama bangsa. Jayalah bangsaku,jayalah Indonesiaku.
MERDEKA!

Email: aja_zube@yahoo.co.id
Facebook : senandung cinta

Cukupkah Hanya Dengan Lagu?

Penulis-Bunda

 

Cukupkah hanya dengan senandung kita mengenang kemerdekaan Indonesia? Cukupkah dengan syair-syair tersirat kita memperbaiki luka-luka bangsa?

Kadang air mata pertiwi yang jatuh tidak lagi disadari penyebabnya. Hingga bumi ini benar-benar tandus, kerontang. Bukan karena kurangnya suplai air untuk buminya, bukan pula karena matahari yang kian menyengat di setiap detiknya. Tapi karena kehancuran moral anak negara yang menjadi alasannya.

Mimpi melalui senandung untuk perbaikan memang tak selamanya nista, tapi bisakah larik-larik padamu negeri, tanah air, bangun pemuda-pemudi menjelma bagai satu motor untuk perbaikan akhlak anak bangsa? Jika di sana-sini tidak ada pembinaan teori dan penerapan yang mumpuni, mau dibawa kemana anak bangsa ini?

ini tugas berat kita semua, melakukan perbaikan dari titik yang sederhana. dari etika juga bahasa, agar pertiwi ini tidak merintih tuk selamanya. Jangan hanya sibuk menghafal syair-syair senandung, tapi bagaimana mengambil pesan dari larik senandung itu untuk di terapkan dalam kehidupan. Jangan sekedar menyanyi, tapi menjadilah mentari yang berarti untuk mulianya negeri ini. Bukan lewat lagu saja, tapi lewat gerak sederhana untuk selamatkan anak bangsa dari kerusakan moralnya.

Email: mutiarayasmin1@gmail.com
Facebook: Bunda Ayyasy